Home » , , » bakar semangatmu "WAHAI PARLEMEN JALANAN"

bakar semangatmu "WAHAI PARLEMEN JALANAN"


     Asap gelap membumbung tinggi, menuju keatas menggelapkan langit yang menandakan INDONESIA tengah BERDUKA. kini bangsa kita tengah berduka ketika tatkala  melihat patron, panutan, pemimpin yang diharapkan mampu menghadirkan kesejahteraan MALAH menghadirkan kesengsaraan. kericuhan dimana-mana, aksi demonstrasi yang berujung bentrokan. Dan saat itulah perjuangan dimulai, yang mengingatkan kita akan sejarah para pahlawan bangsa yang dulunya melawan penjajah yang menggunakan senjata hanya dilawan bahkan diusir dengan yang namanya  tombak. di sinilah terulang kelak ketika para mahasiswa berjuang melawan aparat yang menggunakan gas air mata, water cannon, bahkan peluru karet hanya menggunakan setumpuk batu sebagai senjata utama.

     Makassar, pejuang bangsa nan pemberani ada disini, parlemen jalanan yang hebat ada disini. Dengan modal keberanian kalian TOLAK KENAIKAN BBM. dengan wajah yang menjadi gelap ketika terik matahari menjadi payung, tubuh gatal akibat debu yang kini menjadi kawan. itu tak menyurutkan semangat kalian untuk berjuang ATAS NAMA RAKYAT.

     Memacetkan jalan adalah konsekuensi akan kobaran semangat kalian yang tak terbendung, teriakan keras dari megaphone mencerminkan betapa membaranya kalian melawan rezim yang tidak pro akan kesejahteraan rakyat.

     Mahasiswa makassar yang katanya hanya tau bentrok sesama se almamater, mahasiswa yang mampu merobohkan tembok pembatas fakultas, bahkan mahasiswa yang tak takut sanksi Drop Out. DARISANALAH parlemen jalanan yang hebat ini lahir. Paling tidak, itu adalah sedikit gambaran mahasiswa Makassar yang kudapat dari statement seorang novelis bernama Eddri Sumitra.

     Mereka,, tak takut dengan moncong senjata, gas air mata dan water cannon, apalagi hanya kerangkeng besi dan sanksi dropout (DO) dari kampus, berbeda dengan mahasiswa di daerah lain, inilah Mahasiswa Makassar - itulah sedikit kutipan Eddri Sumitra atau akrab disapa ES Ito, yang juga pendiri sekaligus sutradara film Republik Twitter.
   
     Beberapa hari yang lalu tersebar sebuah pesan beruntun atau yang bahasa gaulnya pengguna BBM (bukan Bahan Bakar Minyak melainkan Blackberry Massenger) menyebutnya broadcast message yang disinyalir mulai tersebar di kota palu pada hari senin kemarin yang bertepatan dengan HARI PAHLAWAN (10/11/14)
 sebelum lanjut, mari kita bernyanyi ....

"mereka dirampas haknyaaa....
tergusur dan lapar...
bunda relakan DARAH JUANG KAMI
padamu kami berjanji"


     Saya harap jika anda menyanyikan kutipan lagu darah juang diatas. anda melakukan nya CUKUP DALAM HATI, agar orang yang ada disamping anda tidak terganggu dengan suara sumbang anda :D

     pesan broadcast yang berjudul "Surat Terbuka Untuk Mahasiswa Makassar" merupakan isi pandangan, gagasan, sekaligus dorongan semangat untuk perjuangan mahasiswa makassar dalam MENOLAK KENAIKAN BBM. dan berikut isi pesan broadcast tersebut sebelum kemudian seorang mantan demonstran era-reformasi, Muhammad Abduh Bakry merangkumnya dalam sebuah artikel.

     Tapi sebelum saya melanjutkan tulisan ini, sepertinya anda harus menarik nafas panjang, menjauhkan segala sesuatu yang bisa berakibat fatal, seperti batu, meja, kursi, parang, TV, Kulkas, Lemari Pakaian bahkan orang disamping anda sepertinya patut anda usir sejauh mungkin. terkesan ALAY tapi setidaknya saya telah berusaha menyelamatkan peralatan itu, terutama orang di samping anda dari amukan emosi anda yang membara ketika membaca ini... (*warning : maaf bukannya saya LEBAY tapi paling tidak "setidaknya saya pernah berjuang" menghibur anda dari tulisan saya yang panjang ini :D)


-----SURAT TERBUKA UNTUK MAHASISWA MAKASSAR-----

“Di Makassar anak muda tak pernah menjadi tua. Dengan kesadaran penuh mereka mengerti bahwa orde ketertiban hanyalah kerangkeng kelas yang memenjarakan anak-anak muda. Mereka senantiasa bergemuruh, penuh semangat dan tiada henti memaki kekuasaan.

Di Makassar, kampus-kampus masih milik anak muda berlapis kelas, beragam latar belakang dan berjenis-jenis manusianya. Itu sebabnya energi mereka terpelihara dengan baik.

Terkadang mereka melakukan latihan layaknya pasukan terlatih, dengan batu dan parang baku hantam sesamanya. Tidak usah panik, inilah anak muda. Tanpa kelahi mana mungkin palu mereka terlatih merobohkan pintu kekuasaan.

Dengan kelahi anak-anak muda itu telah menjadi generasi bunga dengan cara mereka sendiri, sebab mereka percaya kesantunan, senyuman, adat istiadat, jongkok kemayu adalah feodalisme terselubung ala seberang pulau sana.

Di kaki Celebes sana, mereka menolak untuk tertib. Sebab ketertiban hanya senda gurau penguasa mengatasi kepanikan,.

“Siapapun pemimpin nya, jika rezim menindas rakyat, hanya ada satu kata, Lawan,” 

---- E S Ito---



     Ketika Semangat itu ada, pasti dia akan mengundang keberanian.. dan dengan keberanian, kupikir tujuan itu akan mampu kita raih... yakni RUNTUHKAN REZIM YANG TIDAK PRO KESEJAHTERAAN RAKYAT (bacanya sambil teriak yah !!!)

JAYALAH MAHASISWA MAKASSAR

BANGKITLAH INDONESIAKU

BAKAR BAN ITU SELARAS DENGAN KOBARAN SEMANGATMU

HITAMKAN LANGIT INI

DAN BERKATA

BERDUKALAH KALIAN PARA PENJAJAH BANGSA SENDIRI

KARENA JIKA PAHLAWAN DULU MELAWAN MUSUH DENGAN TOMBAK

SEKARANG, 
AKAN KU MUSNAHKAN ENGKAU DENGAN BATU DI GENGGAMANKU INI

--- ./pD-H ---




dan akhirnya sampailah kita pada baris PENUTUP.

penulis hanyalah manusia biasa yang berharap mampu menjadi saksi dari perjuangan mahasiswa, terutama kawan-kawan se almamaterku tercinta Universitas Negeri Makassar. saya hanya berusaha menjadikan media blog ini sebagai teriakan yang saya harap volumenya 1000000000 kali lebih besar dibandingkan megaphone untuk mengobarkan SEMANGAT JUANG anda. dan sekaligus tambahan referensi terutama untuk pribadi sang penulis


HIDUP MAHASISWA Makassar





*kritik, saran dan masukan saya sangat harap untuk kemajuan cara menulisku yang sederhana ini, dengan meninggalkan jejak alias komentar anda  :)


sember referensi : http://www.metrosulawesi.com/article/novelis-eddri-sumitra-'bakar'-mahasiswa-makassar

1 komentar:

Donasi Kepada Penulis